Overblog
Edit post Follow this blog Administration + Create my blog
May 9 2011 1 09 /05 /May /2011 22:47

Oleh Rizal Ramli

Redaksi: Tokoh nasional sekaligus tokoh oposisi Dr  Rizal Ramli mengingatkan publik pada tokoh oposisi Malaysia DR Anwar Ibrahim, mantan Deputi PM Malaysia. Dalam kerangka kontrol demokratis  ini, Rizal  Ramli melakukan upgrade Rumah Perubahan di Jakarta, Senin ini (9/5/11). Dalam konteks itulah, sebagian pidato kebudayaan Rizal Ramli di TIM, Jakarta pekan lalu, dimuat redaksi sebagai refleksi bagi pembaca yang budiman.


JAKARTA,RIMANEWS- Makin jelas bahwa sendi-sendi kehidupan bernegara di bawah pemerintahan SBY-Boediono semakin lama semakin lemah dan keropos. Kerusakan itu tercermin terutama di dalam bidang hukum dan ekonomi. Mafia hukum semakin merajalela, terutama karena tokoh-tokoh mafia hukum ternyata juga adalah para pejabat di kejaksaan, kepolisian dan lembaga peradilan. Akibatnya pisau hukum hanya tajam terhadap rakyat biasa, tetapi menjadi sangat tumpul terhadap kalangan elit yang memiliki uang dan kekuasaan.


Ekonomi nasional yang tumbuh sedang-sedang saja (+ 6%) tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga kesejahteraan rakyat semakin terpuruk. Sekitar kurang dari 20% penduduk yang paling atas memang hidup lumayan. Bisa menikmati arti kemerdekaan. Tetapi 80% sisanya belum pernah menikmati kemerdekaan.


Ketika pekerjaan nyaris tidak ada dan pendapatan mayoritas rakyat sangat rendah, kenaikan harga pangan dan harga kebutuhan pokok selama hampir setahun terakhir telah mengakibatkan kenaikan jumlah penduduk miskin[1]) dan kemerosotan kehidupan. Kebijakan ekonomi neoliberal yang dijalankan oleh pemerintahan SBY-Boediono sudah terbukti di seluruh dunia tidak mampu meningkatkan kesejahteraan mayoritas rakyat, kecuali meningkatkan kemakmuran sebagian kecil elit di beberapa negara berkembang.


Yang lebih penting lagi kebijakan ekonomi neoliberal itu merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi, seperti yang dirumuskan oleh para pendiri Republik Indonesia. Kemiskinan struktural, yang disebabkan oleh kebijakan ekonomi neoliberal, telah memicu peningkatan kejahatan, ladang subur kekerasan sosial, meningkatkan rasa putus asa dan tindakan bunuh diri. Kemiskinan juga memicu radikalisme, serta mempertajam konflik sosial dan agama.


Kerusakan dan kemerosotan yang terjadi di bidang hukum, kesejahteraan rakyat dan kehidupan sosial yang sedang terjadi sekarang ini, harus segera dihentikan. Kasus mafia pajak yang melibatkan pegawai pajak Gol III-A Gayus Tambunan yang berlarut-larut, tidak adanya tindakan terhadap “gayus-gayus” lain dan pejabat tinggi di Direktorat Jenderal Pajak serta Departemen Keuangan, merupakan contoh nyata dari lemahnnya kepemimpinan nasional. Padahal berlarut-larutnya penanganan kasus mafia hukum dan mafia pajak akan memberikan kesempatan kepada calon-calon terdakwa untuk menghilangkan barang bukti.


Di bidang ekonomi, kebijakan yang dilakukan pemerintahan SBY-Boediono telah memperparah kondisi perekonomian nasional yang berdampak meningkatnya kemiskinan, pengangguran dan kian lebarnya kesenjangan ekonomi. Ketidakmampuan pemerintah melindungi hak-hak dasar warga negara, dalam bidang kesejahteraan dan agama[2], telah merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.


Dengan kelemahan kepemimpinan SBY-Boediono, mengakibatkan berbagai masalah hukum, kesejahteraan rakyat, dan perlindungan hak-hak warga negara menjadi semakin parah. Lemahnya kepemimpinan nasional tersebut selain akibat karakter keduanya yang memang lemah, juga kenyataan bahwa sejak terpilih kembali dalam Pilpres 2009-2014 yang penuh kontroversi, SBY-Boediono telah menjadi bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi.

Oleh sebab itu, ketika sejak hari pertama periode kedua kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sudah dibombardir oleh berbagai skandal (rekayasa bailout Bank Century, IT KPU dan DPT yang cacat berat), membuat rakyat semakin tidak memiliki harapan sehingga membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Penggunaan cara-cara Orde Baru (Orba), cara-cara militer yang brutal dan melanggar HAM di Papua, justru akan memperdalam luka dan perlawanan. Akan tetapi, membiarkan kelemahan kepemimpinan seperti ini, yang telah menimbulkan kemerosotan, demoralisasi dan anomali di segala bidang, adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab, sama dengan membiarkan Indonesia menjadi negara gagal karena mengabaikan tumbuhnya berbagai benih perpecahan di dalam tubuh NKRI.


Kita masih ingat Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev. Dia adalah pemimpin yang sangat santun, dipuji-puji oleh negara-negara Barat dan bahkan mendapat Hadiah Nobel dalam Bidang Perdamaian (1990). Tetapi kepemimpinannya yang sangat lemah membuat Uni Sovyet kacau dan berantakan. Perekonomian merosot tajam, tingkat pengangguran meningkat sangat tinggi, dan daya beli rakyatnya anjlok.


Kelemahan kepemimpinan Gorbachev itu terbukti menjadi salah satu penyebab utama runtuhnya negara adikuasa Uni Soviet (1991) yang kini tinggal tersisa hanya Rusia. Kita semua tidak ingin Indonesia semakin merosot dan mengalami disintegrasi seperti Uni Soviet. Kelemahan kepemimpinan dan ketidakmampuan SBY-Boediono mengemban amanat rakyat, melaksanakan konstitusi, harus dijadikan alasan utama untuk mempercepat perubahan politik di negara yang kita cintai: Republik Indonesia.

Demokrasi memang merupakan jalan paling ideal untuk melahirkan perubahan. Tapi demokrasi yang bisa melahirkan perubahan dan bermanfaat untuk rakyat adalah demokrasi yang baik dan benar. Sedangkan model demokrasi yang saat ini berlangsung di negara kita adalah “demokrasi kriminal”, demokrasi yang telah dibajak oleh kekuatan uang dan oligarki, sehingga tidak akan memberi manfaat untuk mayoritas rakyat. Demokrasi kriminal hanya meningkatkan kesejahteraan para pejabat negara, baik di eksekutif legislatif maupun yudikatif.


Anggaran belanja pegawai meningkat hampir empat kali dari Rp54 triliun tahun 2005 menjadi Rp181 triliun pada 2011. Biaya perjalanan untuk pejabat pemerintah dan DPR mencapai Rp19,5 trilliun[3] atau 4 kali lebih besar dari Jaminan Nasional Kesehatan pada APBN 2010. Dengan pemborosan seperti itu, pemerintah SBY-Boediono mengaku tidak memiliki uang untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional[4] yang akan memberikan jaminan kesehatan dan pengangguran untuk pekerja.


Dengan kenaikan belanja pegawai yang sangat besar tersebut, birokrasi justru semakin korup dan semakin tidak bertanggungjawab. Program remunerasi yang digembar-gemborkan akan berdampak meningkatkan kinerja birokrasi, tidak lain dan tidak bukan hanya sekedar program kenaikan gaji tanpa diikuti oleh kenaikan kinerja maupun akuntabilitas jajaran birokrasi kita. Proses birokratisasi sengaja dibikin berbelit-belit supaya rakyat dan pengusaha bisa diperas, dan agar sistem pertanggungjawaban semakin tidak jelas.


Indonesia tidak mungkin menjadi negara besar dengan rakyat hidup makmur tanpa adanya reformasi birokrasi secara total. Sebab dalam prakteknya, birokrasi lebih sering menjadi bagian dari masalah, dan bukan solusi.


Demokrasi kriminal juga memungkinkan terjadinya pembiaran kejahatan pemilu berlangsung dari hulu sampai hilir, dari PPS sampai KPU Pusat. Berbeda dengan Pemilu-pemilu sebelumnya, pada pemilu lalu tidak ada satu pun kasus Pemilu[5] signifikan yang diproses oleh Kepolisisan Republik Indonesia. Kebijakan itu sengaja dirancang oleh kekuasaan dan kepolisian. Hukum dan ekonomi dirancang untuk saling melindungi kepentingan elit politik. Kepemimpinan SBY-Boediono yang lemah semakin mendorong berkembangnya demokrasi kriminal sehingga terjadi politik saling menyandera di kalangan elit politik.


Dalam konteks demokrasi kriminal dan kelemahan kepemimpinan yang fatal, perubahan politik harus dilakukan sekarang juga untuk mencegah kerusakan dan kemerosotan yang lebih parah lagi. Perubahan adalah solusi dari perangkap demokrasi kriminal, pemerintahan lemah dan bermasalah. Perubahan politik itu merupakan upaya untuk membuat demokrasi sungguh-sungguh bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan demokrasi kriminal yang hanya menguntungkan kepentingan sekelompok kecil elit.


Oleh karena itu perubahan politik harus dilakukan segera. Proses perubahan politik tersebut bukanlah upaya kudeta ataupun makar, karena perubahan yang dilakukan sepenuhnya diharapkan dan didukung oleh kekuatan sipil dengan cara-cara damai, tanpa kekerasan dan tetap berlandaskan substansi demokrasi. Makar dan kudeta hanya dapat dilakukan oleh kekuatan bersenjata atau militer dengan cara kekerasan bersenjata. Pemerintaham SBY-Boediono, lewat menteri-menterinya, sering melontarkan istilah “makar dan kudeta” untuk menakut-nakuti kekuatan rakyat demokratis


Catatan:

[1]) Standar kemiskinan pemerintah RI adalah Rp 211.726,oo/bulan atau Rp 7057,oo/hari (US$ 0,78/hari), atau hanya cukup untuk satu bungkus nasi dengan lauk sederhana. Tidak cukup untuk kehidupan yang manusiawi, apalagi jika diperhitungkan biaya perumahan, kesehatan dan pendidikan. Dengan standar yang sangat tidak manusiawi tersebut, jumlah orang miskin mencapai 31 juta orang (2010). Jika digunakan standar kemiskinan internasional yang US$ 2/hari (Rp 18.000,oo/hari), maka jumlah penduduk miskin di negara kita akan naik tiga kali lipat angka kemiskinan versi pemerintah.
[2] Kasus kekerasan agama di Cikeusik, Pandeglang, Banten (6/2) dan Temanggung, Jawa Tengah (9/2).
[3] Dengan uang sebesar Rp 19,5 triliun tersebut (US$ 2,1 miliar) per tahun, Indonesia bisa membuat perusahaan penerbangan baru setiap tahun.
[4] Baca: “Rizal Ramli : Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Mendesak Segera Dilaksanakan”, http://www.rimanews.com/read/20101205/8172/rizal-ramli-sistem-jaminan-so...
[5] Pemilu 2009 menghabiskan biaya Rp 21,93 triliun atau 3 kali lebih besar dari biaya Pemilu 2004, dengan kualitas amburadul dan banyak manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), lebih buruk dari Pemilu 1995 dan 1999.


Perubahan Harus Dilakukan

Perubahan harus segera dilakukan untuk menghentikan demokrasi kriminal dan membuat demokrasi betul-betul bekerja untuk kepentingan rakyat. Perubahan juga diperlukan untuk mengubah kepemimpinan nasional yang lemah dan bermasalah dengan kepemimpinan nasional yang efektif [1] dan sungguh-sungguh menegakkan konstitusi, baik dalam bidang politik, hukum, ekonomi maupun sosial.


Penegakkan hukum akan dilakukan tanpa tebang pilih, sehingga setiap warganegara akan diperlakukan sama di hadapan undang-undang. Agar sistem demokrasi sungguh-sungguh bekerja untuk kepentingan rakyat, dan tidak dibajak oleh kekuatan uang, maka perlu dilakukan reformasi pembiayaan partai politik. Seperti halnya di Jerman dan Australia, partai-partai politik akan dibiayai oleh APBN dengan perkiraaan biaya maksimum Rp 0,5 triliun/tahun. Angka tersebut sangat kecil dibandingkan dengan total APBN yang mencapai Rp 1.200 triliun, dan dibandingkan dengan kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan akibat sistem demokrasi kriminal.


Sebagai prasyarat untuk mendapatkan biaya tersebut, partai-partai politik harus bersedia diaudit (termasuk audit investigatif), turut serta menciptakan clean government dan good governance, dengan cara hanya boleh mengajukan calon legislatif dan eksekutif yang memiliki integritas, kepemimpinan dan track record yang baik. Integritas, kepemimpinan dan track record harus menjadi kriteria utama kaderisasi di partai-partai politik.


Perubahan juga akan dilakukan dalam bidang ekonomi. Kebijakan ekonomi neoliberal yang sudah berjalan lebih dari 40 tahun, yang tidak berpihak kepada rakyat dan kepentingan nasional, akan digantikan dengan sistem ekonomi berbasis konstitusi UUD 1945, yaitu sistem ekonomi yang lebih berpihak kepada rakyat (ekonomi domestik) dan kepentingan nasional.


Prioritas utama akan diarahkan untuk menciptakan kemandirian dalam bidang pangan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan rakyat (melalui pengembangan karakter dan pendidikan), pembangunan infrastruktur, maksimalisasi nilai tambah di sektor pertanian, perikanan, peternakan, industri, pertambangan dan sumberdaya alam lainnya.


Sumber daya alam akan dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Negara akan memainkan peranan yang proaktif untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Percepatan tersebut juga dimaksudkan agar Indonesia dapat segera mengejar ketinggalannya dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Dengan sumber daya alam yang luar biasa, penduduk yang besar dan posisi geografis yang sangat strategis, Indonesia akan bisa menjadi salah satu negara besar yang sejahtera dan kuat di kawasan Asia.


Peranan pemerintah yang proaktif untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan hanya mungkin dilakukan jika diikuti dengan reformasi birokrasi total, termasuk di antaranya penyederhanaan proses birokratif, sistem rekruitmen dan promosi yang kompetitif, sistem insentif berdasarkan kinerja, penegakkan transparansi dan akuntabilitas.


Jika reformasi total tersebut dilakukan, penghematan anggaran dapat mencapai 30 persen dan penerimaan negara bisa naik sampai 30 persen. Sehingga tersedia dalam jumlah yang cukup anggaran untuk program-program peningkatan kesejahteraan rakyat. (Bersambung)


Catatan:
[1] Kepemimpinan efektif dan transformatif dalam konteks negara demokratis, bukan kepemimpinan kuat dalam konteks otoriter. Kepemimpinan efektif dan transformatif mencakup kepemimpinan visi dan operasional.


Mengingkari Konstitusi


Pemimopin yang mengingkari konstitusi karena ketidakmampuannya dalam menegakkan prinsip negara hukum, tidak mengambil tindakan terhadap berbagai kejahatan kerah putih seperti skandal rekayasa bailout Bank Century[1], mafia hukum dan skandal restitusi pajak, menjalankan kebijakan ekonomi neoliberal yang bertentangan dengan konstitusi, dan tidak mampu menjamin hak-hak dasar warga negara dalam bidang kesejahteraan dan kenyamanan beragama sudah waktunya mengakhiri masa jabatannya.


Krisis kepercayaan yang semakin meluas, kesulitan hidup rakyat yang semakin berat dan pembiaran berkembangnya demokrasi kriminal merupakan faktor-faktor pendukung percepatan perubahan.


Indonesia merupakan negara pertama yang merdeka setelah berakhirnya Perang Dunia II pada 1945. Setelah Indonesia merdeka barulah negara-negara Asia Pasifik dan Afrika lainnya menyatakan kemerdekaannya, seperti India (1947), China (1949), Mesir (1953), Sudan (1956), Aljazair (1962), dll. Dengan semangat kemerdekaan dan nasionalisme yang kuat, Indonesia menjadi salah satu pioner konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955, yang memberikan inspirasi dan mendorong negara-negara berkembang lainnya untuk segera menyatakan kemerdekaannya dari kolonialisme.


Pada 1998, Indonesia juga memberikan contoh kepada dunia bagaimana melakukan transisi dari rezim otoriter menjadi negara demokratis. Proses transisi seperti dilakukan bangsa Indonesia pada 1998 kini sedang berlangsung di Tunisia, Mesir dan Yaman, dan beberapa negara di kawasan Timur Tengah lainnya. Dalam perubahan politik, Indonesia memang tidak pernah mengimpor pengalaman dari negara lain, tetapi justru sebaliknya, menjadi pionir dan menjadi contoh bagi negara-negara lainnya.


Sekarang Indonesia kembali menunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi prosedural dan kriminal, yang banyak terjadi di sejumlah negara berkembang, ternyata gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat dan gagal membawa kejayaan dan kemakmuran bagi bangsanya.


Dalam konteks ini, Indonesia harus kembali memberikan contoh bagaimana mengubah “demokrasi prosedural yang cenderung kriminal” menjadi sistem demokrasi yang sungguh-sungguh bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga Indonesia menjadi salah satu negara besar di Asia.


Beberapa negara di Asia memang ada yang berhasil mencapai tujuan (kesejahteraan) tersebut melalui sistem dan cara-cara yang tidak demokratis. Tapi itu bukan jalan yang dicita-citakan para founding father kita. Oleh sebab itu, jika kita berhasil melakukan perubahan demokrasi ke arah yang lebih baik tersebut terjadi, maka Indonesia kembali akan memberikan contoh kepada negara-negara Dunia Ketiga bahwa demokrasi ternyata mampu meningkatkan kesejahteraan (rakyat) dan kejayaan bangsa Indonesia.


Perubahan politik dari otoriter ke demokratis di Indonesia pada 1998 dan di Mesir baru-baru ini relatif sulit dan alot karena Presiden Soeharto dan Presiden Mubarak telah berkuasa lebih dari 30 tahun, didukung sepenuhnya oleh militer, jaringan intelijen dan partai berkuasa yang telah menggurita. Jika dibandingkan dengan Presiden Soeharto maupun Presiden Mubarak, Pemerintahan SBY-Boediono sangat lemah dan sama sekali tidak memiliki akar sosiologis yang kuat.

Pemerintahan saat ini bagaikan “Rumah Pasir” yang direkat oleh lem pencitraan. Sekarang lem pencitraan itu telah meleleh setelah diberi “cap kebohongan” oleh para pemuka agama, kalangan intelektual, tokoh pergerakan, kaum buruh/pekerja, pemuda dan mahasiswa. Dengan demikian, akhir dari Orde Citra[2] tinggal menunggu waktu. Rumah pasir itu akan roboh dengan sendirinya. Dan tidak akan meninggalkan persoalan krusial, apalagi ideologis.


Di atas reruntuhan rumah pasir itulah kita bangun rumah Indonesia yang kokoh, dengan fondasi konstitusi yang kuat[3], sehingga membuat seluruh penghuninya merasa nyaman, sehat, punya pekerjaan, sehingga mampu menyekolahkan anak-anaknya. Jika sakit akan sanggup berobat ke dokter atau rumah sakit. Hanya dengan cara demikian bangsa Indonesia akan dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia.

Share this post
Repost0

comments

Overview

  • : CAKRAWALA JAGAD RAYA- SOLIDARITAS ANTI KORUPSI
  • : BLOG SOLIDARITAS ANTI KORUPSI - Ungkapan dan pandangan tentang berbagai permasalahan sosial, ekonomi, kemasyarakatan, lingkungan hidup, praktek penyelenggaraan negara sebagai akibat dari tindak pidana korupsi serta fenomena-fenomena terkait.
  • Contact

Profile

  • Harsudi CH
  • Anak bangsa yang miris melihat kondisi sosial ekonomi di negeri tercinta Indonesia. Tidak bisa berbuat banyak kecuali mengajak sesama anak bangsa untuk mulai sadar dan peduli melawan  korupsi yang semakin menggurita di Bumi Ibu Pertiwi ini.
  • Anak bangsa yang miris melihat kondisi sosial ekonomi di negeri tercinta Indonesia. Tidak bisa berbuat banyak kecuali mengajak sesama anak bangsa untuk mulai sadar dan peduli melawan korupsi yang semakin menggurita di Bumi Ibu Pertiwi ini.

KORUPSI ADALAH NAFAS KEHIDUPAN MAYORITAS PENYELENGGARA NEGARA

addesign-copy-1http://blog-indonesia.com/image/badge_3dyellow.gif

ANNOUNCEMENT

Archives

TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF
HILANG HARAPAN ANAK INDONESIA AKIBAT KORUPSI

.

Clipping - Politik / Korupsi

Categories

SHOLAT TIMES