Minggu, 12/06/2011 14:56 WIB
Febrina Ayu Scottiati - detikNews
Jakarta - Putusan bebas dari dakwaan korupsi terhadap Gubernur non-aktif Bengkulu, Agusrin Najamudin, dipersoalkan menyusul dijadikannya Hakim Syarifuddin sebagai tahanan KPK. Hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan tujuh fakta sidang yang justru diabaikan.
"Hari ini ICW sudah memiliki putusan dan poin yang diabaikan oknum hakim tertentu untuk memvonis Agusrin bebas. Poin yang kami temukan berkaitan dengan fakta hukum," kata peneliti divisi hukum dan monitoring peradilan ICW Donal Fariz,
Hal itu disampaikan dalam jumpa pers, di kantor ICW, Jl Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Minggu (12/6/2011). Tujuh poin tersebut adalah:
1. Pengabaian surat asli pembukaan rekening di luar kas umum daerah. Padahal dalam persidangan telah diajukan bukti yang ditandatangani terdakwa Agusrin.
2. Pengabaian keterangan saksi Kepala Dinas Pendapatan Daerah Chaeruddin yang mengatakan sudah berkonsultasi dengan terdakwa sebelum membuka rekening. Keterangan saksi Hermal Syahrial yang menyerahkan surat pemberitahuan pembukaan rekening yang ditujukan ke Menteri Keuangan untuk ditandatangani oleh terdakwa.
3. Pengabaian keterangan terdakwa menerima uang Rp 7 miliar yang terdiri dari travel cheque senilai Rp 1 miliar, uang Rp 2,5 miliar melalui Nuim Hayat dan Rp 3,5 miliar melalui Chusni Fikri.
4. Hakim mengabaikan bukti foto yang menunjukkan Chusnul Fikri menerima uang yang diserahkan ke Chaeruddin Rp 3,5 miliar
5. Pengabaian temuan BPK adanya kerugian negara sebesar Rp 20.162.974.300
6. Hakim mengabaikan adanya upaya bersama untuk menutup temuan BKP/BPKP oleh terdakwa
7. Hakim mengabaikan keterangan ahli yang berpendapat pembukaan rekening PBB dan BPHTP di Bank BRI Cabang Bengkulu bertentangan dengan peraturan yang berlaku
"Kasus ini besar dan serius untuk rakyat Bengkulu. Majelis hakim telah mencabik-cabik rasa keadilan. Uang rakyat telah ditilep banyak, kasus ini harus menjadi prioritas," imbuhnya.
(feb/lh)