Korupsi dinegeri kita tercinta ini berkembang dengan pesat. Korupsi meluas, ada dimana-mana dan terjadi secara sistematis, terkoordinasi dengan jaringan yang luas dan solid. Seringkali korupsi dilakukan dengan modus operandi yang canggih dan memanfaatkan teknologi canggih pula. Seseorang yang mengetahui dugaan korupsi, jarang yang mau bersaksi, dan kalaupun berani serta bersaksi ada saja penegak hukum yang tidak melakukan tindakan hukum sebagaimana mestinya. Itulah sebabnya dalam kehidupan sehari-hari, korupsi dianggap biasa dan dimaklumi oleh umum. Masyarakat yang terbiasa dengan budaya korupsi, sangat sulit membedakan antara tindakan pidana korupsi dan bukan. Saking umumnya dan banyaknya pelaku korupsi, tindakan korupsi di segala lapisan dan kesempatan dianggap bukan korupsi. Sebaliknya yang berusaha menjauhi perbuatan korupsi justru disingkirkan, diasingkan, bahkan dimusuhi, dibenci, difitnah dan dianggap pahlawan kesiangan.
Korupsi di segala bidang menjadi hantu bagi eksistensi suatu bangunan negara. Antara lain di bidang pendidikan, korupsi menampakkan diri dalam bentuk pemalsuan ijazah yang kian marak di negeri ini, terutama pada tingkatan pendidikan Sarjana (S1) dan Pasca Sarjana (S2). Sangat banyak ditawarkan di mass media, utk memperoleh ijazah S1 hanya cukup membayar Rp.6 juta s/d Rp. 8 juta, dengan masa kuliah hanya 6 bulan - 1 th (rekayasa agar terkesan kuliah, yang sebenarnya adalah membeli ijazah asli tapi palsu, bukan menjalani pendidikan). Padahal masa perkuliahan S1 paling cepat adalah 4 tahun. Lantas apa yang diperoleh oleh pemakai ijazah tersebut, yang notabene adalah ijazah palsu, walaupun di keluarkan oleh Perguruan Tinggi yang terdaftar di Diknas, kecuali kebohongan terhadap publik dan atau instansi pemerintah di mana pemakai ijazah tersebut bekerja. Sudah dapat dipastikan, jika pemakai ijazah palsu tersebut memegang posisi penting dalam jajaran birokrasi, kebijakan ataupun hasil kerjanya pasti kontra produktif (anti kerakyatan dan pro korupsi).
Demikian pula yang terjadi di bidang-bidang yang lain, hanya saja dalam modus operandi dan penampakan yang berbeda tetapi hakikatnya sama yaitu korupsi.
Sangat mengenaskan nasib anak bangsa ini yang sangat merindukan dan mendambakan kehidupan sejahtera, murah papan, murah sandang, murah dan mudah mengakses pendidikan dan murah murah yang lainnya. Harapan dan dambaan tersebut hanya tinggal angan-angan karena telah dipupus oleh perbuatan keji dan biadab para koruptor yang ada disemua lini struktur pemerintahan/instansi pemerintah, bahkan telah merambah pula di jalur legislatif dan yudikatif.
Sadarlah para koruptor dan bertaubatlah.