February 14 2012
2
14
/02
/February
/2012
19:15
Rabu, 14/12/2011 13:51 WIB
Jakarta - Kebijakan pengetatan pemberian remisi menimbulkan pro dan kontra. Sebagian kalangan anggota DPR yang kontra bahkan mengajukan hak interpelasi atas kebijakan Menteri Hukum dan HAM baru ini.
Menurut Wamenkum HAM Denny Indrayana, pengetatan pemberian remisi adalah aspirasi publik.
"Aspirasi publik saya lihat kuat sekali. Di samping itu secara yuridis kami sudah kaji," ujar Denny usai menghadiri pembekalan program pendidikan reguler Angkatan (PPRA) Lemhanas ke XLVI, di istana negara, Jl Medan Merdeka Utara, Rabu (14/12/2011).
Menurut Denny, pengetatan pemberian remisi tidak hanya untuk narapidana dalam kasus korupsi, tetapi juga untuk kejahatan narkoba, teroris dan juga pelanggaran HAM berat yang masuk ketegori kejahatan internasional.
"Sekarang kan yang dipersoalkan itu korupsi, diketatkan untuk bandar narkoba, teroris, itu tidak ada masalah. Bayangan saya justru harusnya sama saja, bukan diistimewakan koruptor kita, justru alasan paling mendasar untuk diketatkan kan di situ," terangnya.
Terkait adanya hak interpelasi yang akan diajukan oleh beberapa politisi DPR, Denny tidak mempersalahkannya. Menurut Denny, hak interpelasi terjadi karena ada perbedaan persepsi.
"Menurut saya (hak interpelasi) karena memang masih ada perbedaan persepsi terkait dengan kebijakan pengetatan mengenai pemberian remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi, hak napi lain. Sebenernya dasarnya PP Nomor 28 tahun 2006. Memang diketatkan bagi kejahatan luar biasa," imbuhnya.
Pengetatan pemberian remisi ditentang oleh sebagian kalangan anggota DPR. Menurut mereka, pengetatan pemberian remisi telah menyalahi aturan karena hanya berlandaskan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan. Padahal seharusnya pengetatan dilakukan dengan SK Kemenkum HAM.
Karena tidak puas dengan adanya pengetatan pemberian remisi ini, beberapa politisi yang dimotori Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo dari Golkar kemudian menggulirkan hak interpelasi. Dukungan untuk menggolkan hak interpelasi ini sudah mencapai 50 tanda tangan dari 7 fraksi di DPR. Sedangkan syarat minimal hanya 25 dukungan dari dua fraksi.
(her/lia)
Menurut Wamenkum HAM Denny Indrayana, pengetatan pemberian remisi adalah aspirasi publik.
"Aspirasi publik saya lihat kuat sekali. Di samping itu secara yuridis kami sudah kaji," ujar Denny usai menghadiri pembekalan program pendidikan reguler Angkatan (PPRA) Lemhanas ke XLVI, di istana negara, Jl Medan Merdeka Utara, Rabu (14/12/2011).
Menurut Denny, pengetatan pemberian remisi tidak hanya untuk narapidana dalam kasus korupsi, tetapi juga untuk kejahatan narkoba, teroris dan juga pelanggaran HAM berat yang masuk ketegori kejahatan internasional.
"Sekarang kan yang dipersoalkan itu korupsi, diketatkan untuk bandar narkoba, teroris, itu tidak ada masalah. Bayangan saya justru harusnya sama saja, bukan diistimewakan koruptor kita, justru alasan paling mendasar untuk diketatkan kan di situ," terangnya.
Terkait adanya hak interpelasi yang akan diajukan oleh beberapa politisi DPR, Denny tidak mempersalahkannya. Menurut Denny, hak interpelasi terjadi karena ada perbedaan persepsi.
"Menurut saya (hak interpelasi) karena memang masih ada perbedaan persepsi terkait dengan kebijakan pengetatan mengenai pemberian remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi, hak napi lain. Sebenernya dasarnya PP Nomor 28 tahun 2006. Memang diketatkan bagi kejahatan luar biasa," imbuhnya.
Pengetatan pemberian remisi ditentang oleh sebagian kalangan anggota DPR. Menurut mereka, pengetatan pemberian remisi telah menyalahi aturan karena hanya berlandaskan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan. Padahal seharusnya pengetatan dilakukan dengan SK Kemenkum HAM.
Karena tidak puas dengan adanya pengetatan pemberian remisi ini, beberapa politisi yang dimotori Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo dari Golkar kemudian menggulirkan hak interpelasi. Dukungan untuk menggolkan hak interpelasi ini sudah mencapai 50 tanda tangan dari 7 fraksi di DPR. Sedangkan syarat minimal hanya 25 dukungan dari dua fraksi.
(her/lia)