JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai pengusutan dugaan tiga kasus korupsi dan hibah yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan Polri. Ketiga kasus yang diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah itu terjadi di Sespim, Lembang, dan kasus hibah di Akpol dan PTIK.
"Kasus di Lembang menyangkut pembangunan gedung DRC (Disaster Recovery Centre) yang total menghabiskan biaya Rp 139 miliar. Itu merupakan proyek Divisi TI dan Asisten Sarpras Polri di Sespim, Lembang. Bangunannya 3 lantai seharga Rp 14 miliar dan IT-nya sendiri Rp 125 miliar. Biaya ini terlalu besar dan diduga terjadi mark up," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane melalui siaran pers yang diterima KOMPAS.com, Jakarta, Minggu (30/9/2012).
Neta menjelaskan, gedung DRC dibangun di daerah gempa. Menurut dia, seharusnya DRC dibangun di daerah bebas gempa. DRC, terangnya, dibangun di halaman dalam Sespim yang termasuk dalam kawasan patahan Lembang yang rawan gempa. Karena berbagai kejanggalan itu, Kapolri belum meresmikan proyek yang rampung tahun 2011 silam itu.
"Polri sendiri sebenarnya belum perlu membangun DRC. Patut diduga proyek DRC adalah korupsi terstruktur," tambahnya.
Mengingat hal itu, Neta menegaskan bahwa Polri, DPR, BPK, dan KPK harus secepatnya mengusut kasus tersebut. Dia menyayangkan beberapa lembaga di atas yang terkesan menutup mata atas kasus DRC tersebut.
Selain itu, Neta mengimbau KPK mengusut rencana pembangunan asrama Paramartha di Akpol. Pasalnya, menurut Neta, pembangunan asrama tersebut menggunakan dana hampir Rp 60 miliar yang didapatkan dari beberapa pengusaha.
KPK, tegasnya, harus mengusut secara jelas dan tuntas soal pengusaha yang menyumbang. Pasalnya, sumbangan itu disebutkan sebagai hibah dan hingga kini proyeknya masih jalan di tempat.
"Kasus hibah juga terjadi di PTIK. Seorang pengusaha berinisial SU memberi hibah Rp 7 miliar untuk memperbaiki lapangan lari di PTIK," pungkasnya.
Neta berpendapat, KPK juga harus mengusut hibah tersebut. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan keterangan perihal kejelasan hibah, apakah kompensasi dari kasus SU di Tangerang atau ada indikasi pencucian uang.
Ia menjelaskan, yang jelas hingga kini kasus SU tidak kunjung dibawa ke ranah pengadilan. Jika yang dicemaskan Neta terjadi, hal itu adalah bentuk pelanggaran hukum yang mencoreng lembaga kepolisian yang mendengungkan semboyan anti-KKN.
"Menanggapi hal ini KPK perlu menyadap telepon genggam para pejabat kepolisian, terutama yg terlibat di dalam kasus hibah SU. IPW juga sudah melaporkan kasus ini ke KPK," tegasnya.